Bismillahirrahmannirrahim
“Dan hendaklah ada
di antara kalian segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan,
menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (Q.s. Ali Imran: 104).
“Kalian adalah
sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh (berbuat)
kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” (Q.s. Ali
Imran: 110).
Ikhwah fillah al-hamdulillah
kita sudah selesai melewati beberapa bagian dari tahapan pendewasaan kita dalam
berjamaah (berorganisasi). Ini adalah awal yang baik bagi kita. Dibulan syawal
ini, hadir sosok yang baru yang kemudian kita angkat menjadi pemimpin baru
kita. Semoga ini pertanda peningkatan bagi kita dalam berjamaah, sebagaimana
arti dari syawal adalah peningkatan. Semoga kita semakin lebih baik pasca
pergantian kepemimpinan ini.
Dengan pengalaman dan
kedewasaan ketua baru kita, saya sangat
optimis, bahwa kita mampu melakukan percepatan dalam menuntaskan target-target dakwah
kita setahun kedepan. Tentu saat ini masih terjadi adaptasi antara ketua dan
kader dan ini juga saya yakin membutuhkan waktu untuk sama-sama menyesuaikan
diri. Saya juga yakin dengan pengalaman kita, serta budaya berorganisasi kita
yang penuh dengan ukhuwah, semua itu tidak akan jadi kendala untuk melakukakn
percepatan guna mencapai target-terget yang telah kita sepakati bersama. Dan
target ini kita ilustrasikan sebagai sebuah bangunan besar. Al-islamu kalbunyan.
Ikhwah fillah, untuk membangun
sebuah bangunan yang besar itu dibutuhkan pondasi yang kuat, dan empat pilar
ini adalah empat sisi bangian dari asas bangunan dakwah yang kita bawa. hendaklah
setiap kader memiliki empat asas ini.
1.
Niat yang baik
Dalam ajaran agama
yang kita yakini factor niat menjadi salah satu hal terpenting untuk sahnya
suatu ibadah. Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal
itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang
siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah
dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita
yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.”
(HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Setiap kader harus mereview kembali niatnya. Jangan
sampai ditengah perjalanannya telah terjadi disorientasi, hilangnya orisinilitas
niat dalam berdakwah akan membuat organisasi dirundung masalah yang tidak
berkesudahan. Sebab telah keluar dari tujuan suci bersama. Kita harus
senantiasa menjaga niat kita agar setiap langkah usaha kita untuk menegakkan
islam dalam tatanan kehidupan kita berbangsa dan bernegara, tidak terkotori dan
menjadi nilai pahala dimata Allah.
Nait yang baik juga akan membuat kita
bersemangat untuk menuntaskan amanah dakwah. Sebab dengan bekal niat yang tulus
akan membuat kita tidak peduli akan cacian dan pujian orang atas kerja dakwah
kita. Karena yang ia harap adalah pujian Allah Azza wajallah.
Orang yang mempunyai kekuatan niat yang tulus,
pujian tidak akan membuatnya sombong dan merasa paling berpengaru serta merasa
diri paling berjasa dalam medan dakwah. Dan demikian juga ketulusan hati tidak
akan membuat cacian menjadikannya lemah dan berputus asa untuk menunaikan
manaha dakwah. Demikanlah kekuatan niat yang tulus.
Setiap kader harus senantiasa menjaga dan
memastikan niatnya tetap bersi dari kotoran-kotoan materi. Ketika hati kita
mulai mengalami goncangan dan godaan syahwat dunia, maka kembalikan ia pada
relnya. Kembalikan ia pada maqomnya.
Yaitu Nawaitu Lillah. Sebab sesuatu itu tidak akan nyaman kecuali ia berada
pada maqom (Tempat) yang semestinya.
Dwi Budianto dalam bukunya berjudul Prophetic
Learning, menceritakan kisah dialog Imam Malik dan muridnya, “Wahai
Imam, banyak sekali orang mengarang kitab dengan nama al-Muwatha’seperti milik Anda. Bagaimana ini?”kata muridnya. Sorot
matanya tajam. Ia geram, tetapi dicobanya untuk ditahan.
“Iya, benar. Saya mengetahuinya. Hanya kitab al-Muwatha’ yang ditulis dengan
keikhlasan saja yang akan bertahan. Sementara itu, yakinlah, sisanya akan
hilang,”jawaban sang Imam dengan sangat sederhana tetapi terasa menghujam
dalam.
Keikhlasan akan membuat karyanya akan
bertahan di jagad raya ini. Demikanlah yang disadari oleh imam malik.
Kekuatan keikhlasan ini harus menjadi modal
utama dalam setiap gerak dakwah kita. Baik secara individu maupun berjamaah.
Dakwah yang disampaikan dengan ikhlas akan berbekas dihati para mad’u dan ini akan membuat jamaah itu
akan bertahan dihantam badai ujian. Kita menyaksikan batapa kuatnya goncangan
yang menimpa ikhwanul muslimin. Para tokohnya di penjara, ditembak, bahkan ada
yang digantung seperti Sayid Qutub, bahkan yang terakhir ribuan kadernya syahid
dibredel tentara dictator yang tidak lain adalah mantan Menteri Pertahanan Jenderal Abdul Fatah al-Sisi pada 3 Juli 2013 lalu mengumumkan
pelengseran presiden, dan penangguhan konstitusi. Salah satu media online
Kompas.com - 26/12/2013 menulis judul, Jatuh
Bangun Ikhwanul Muslim, menuliskan dalam peristiwa jatuhnya Mursi sebagai
kepala Negara mesir juga dilanjutkan dengan pembubaran ikhwan membuat jatuh
korban yang lebih dari 1.000 jiwa. Namun apakah dengan berjatuhan korban lantas
membuat mereka hangus ditelan kekejaman? Tidak sampai saat ini mereka lebih
eksis dan terus berdakwah dimanapun mereka berada.
Begitulah kekuatan ikhlas
menjadi penentu keberlangsungkan perjalanan dakwah.
2. Semangat berkorban
Cita-cita yang mulia tidak akan terwujud
manakala setiap pengembannya pemilik
mental pecundang. Sejarah hanya mencatat mereka yang mempunyai semangat juang
yang tingi serta memiliki jiwa kesatria. Nama mereka di puja dan puji,
perjuangan mereka menginspirasi setiap orang yang membaca dan mendengarkan
kisah hidup yang heroic itu.
Semangat berkorban inilah yang membuat islam
mampu memimpin dunia berabad-abad lamanya. Jiwa-jiwa pejuang ini yang dirindu
oleh bangsa saat ini. Dan diruang (penorganisasi) ini kita bermimpi terlahir
generasi islam yang mempunyai semangat juang dan pengorbanan yang tinggi. Tidak
ada tempat yang layak bagi jiwa mujahid (berjiwa rela berkorban) kecuali kemuliaan dunia
akherat. Di dunia namanya disanjung, dihormati manusia, dan menjadi inspirasi
banyak orang. Sedang di akherat maqom mahmuda (tempat mulia) yaitu surga yang
Allah janjikan baginya.
Cinta dunia dan takut mati adalah
kebalikannya. Sebagaimana yang kita saksikan saat ini betapa miskinnya kita
mendapatkan orang-orang yang rela berkorban untuk kepentingan bersama. Yang
adalah adalah mereka yang cenderung mencari zona aman dan tak mau mengambil resiko.
Sejatihnya yang demikian ini pertanda kemunduran suatu bangsa. Sebab tidak ada
yang namanya suatu kemajuan keculai anak bangsanya adalah mereka yang rela
mengobankan kepentingan pribadi demi kepentingan umum.
3. Sabar
Kenyataannya dalam segala hal dibutuhkan
kesabaran atau ketahanan untuk tetap berada pada apa yang diimpikan. Tidak
terkecuali dalam dakwah. Justru kerena ini adalah rink pertaruangan antara hak
dan kebatilan maka disini dibutuhkan ketahannan atau kesabaran yang berlapis
bajah. Bahkan Al-quran menyebutkan kepemimpinan itu diberikan kepada mereka
yang senantiasa sabar.
”Dan
Kami jadikan pemimpin-pemimpin di antara kamu yang memberi petunjuk dengan
perintah kami, yaitu ketika mereka bersabar. (As-Sajadah: 24)
Berkacalah kepada kesabaran keluarga amar bin
yaser. Syahid dan menjadi martir kejayaan islam.
4. Ukhuwah
Persaudaraan sangatlah menjadi hal terpenting
untuk mencapai tujuan bersama. Ingatkah kita ketika Abu Bakr memerdekakan Bilal
Bin Raba? semua itu dilakukan semata-mata karena semangat persaudaraan yang
terpatri dalam jiwa kaum muslimin.
Kekuatan persaudaraan itu adalah kekuatan
aqidah. Atas dasar persamaan aqidah ini tak heran kaum muslimin rela
mengorbankan harta dan jiwa mereaka untuk saudaranya.
Mengutip apa yang di sampaikan oleh ustadz
Cahyadi Takawiran dalam bukunya berjudul Tegar dijalan Dakwah. Menyebutkan,
“Ukhuwah adalah sebuah kenyataan naluriyah. Setiap manusia secara alami
memerlukannya. Bagi setiap muslim, batas ukhuwah bukanlah etnis atau geografis,
akan tetapi batas ukhuwah adalah wilayah aqidah.”
Masih dalam buku yang sama beliau
menggambarkan keteladanan Ukhuwah yang diperankan oleh para generasi awal
dengan memberikan penegasan akan sikap ukhuwah.
“Ukhuwah
bukanlah utopia, ia adalah realitas bagi setiap nilai dan tingkat iman.
Muhajirin dan Anshar dimasa Rasulullah saw. Adalah sebuah fakta sejarah yang
menjadi cermin bagi setiap muslim. Pertemuan mereka, saat Muhajirin datang ke
Makah, cukuplah bagi mereka untuk bisa bersaudara dalam arti yang sebenarnya.
Ukhuwah yang hakiki bukan lagi memperbincangkan masalah-masalah sepele tentang
perbedaan di antara mereka, pertemuan itu bagai sebuah reuni, setelah
bersaudara dalam waktu yang lama. Padahal kenyataan menunjukkan, di antara mereka
belum saling mengenal.”
Ukhuwah itulah yang membuat mereka mempunya
semangat yang sama demi mewujudkan cita-cita bersama.
Dengan Empat Poin ini saya berkeyanan kita
akan mampu menjadi organisasi yang diperhitungkan bukan karena nama-nama
tokonya melainkan peran dan kinerjanya bersama. Kita ingin membesarkan jamaah
ini bukan membesarkan individu kita. Kita ingin berkarya demi agama dan bangsa
yang dimana kita dilahirkan dan
dibesarkan. Kita ingin memberi sumbangsi dan kontribusi terbaik kita untuk
kemajuan bangsa ini. Tentu harapannya semua yang kita laukan itu tidak semata
bernilai pujian yang semu namun hakiki. Yang saya maksud dengan pujian hakiki
adalah pujian yang menghatarkan kita menjadi ibadurahman. Jangan sekali-kali
ada di antara kita yang berfikir bahwa kerja-kerja kita dalam memajukan bangsa dalah
suatu hal yang sia-sia atau lepas dari kerja dakwah. Itu keliru. Sebab konsep rahmatan lil’alamin tidak mengenal
pemisahan ruang agama dan negara. Konsep dakwah yang konvrehensif dan integral
itu adalah menjadikan aktifitas dunia sabagai sarana kebahagian akhirat. Oleh
karenanya kita sebagai muslim harus bisa memastikan apa yang kita lakukan
adalah sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan umum sehingga kita pantas
mendapat ridho dari Allah. SWT. Bukankah agama menyebutkan bahwa Allah menyukai
orang-orang yang melakukan kebaikan?
“Karena itu Allah
memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s.Ali ‘Imran: 148).
Jika yang demikian
itu adalah empat hal asasi yang harus melekat kepada invidu kader. Maka, ada
tiga aspek yang harus dilakukan oleh lembaga untuk pertumbuhan dakwah.
Mengutip apa yang
ditulis oleh ustadz cahyadi dalam bukunya berjudul Menyongsong Mihwar Daulah,
dibutuhkan tiga taspek pertumbuhan dalam gerakan dakwah. Agar bisa menunaikan
misi besar kekhilafahan dimuka bumi.
1.
Pertumbuhan Kuantitas
Pertumbuhan kuantitas
ialah bertambahnya jumlah aktivis gerakan islam dengan berbagai potensi yang
dimiliki.
Cara yang bia dicapai
untuk pertumbuhan kuantitas ini adalah dengan melakukan dakwah, baik dakwah
fardiyyah mau pun dakwah jamahiriyyah. Dakwah fardiyyah dilakukan dengan
pendekatan individual kepada mad’u, sedang dakwah jamahiriyah dilakukan secara
missal melibatkan jumlah mad’u yang banyak. Kedua jenis dakwah ini digunakan sebagai pintu untuk mengajak
mereka menuju proses keberislaman yang lebih baik.
2.
Pertumbuhan kualitas
Pertumbuhan kualitas
adalah pertumbuhan personal maupun structural gerakan dakwah. Dalam skala
personal, hendaknya setiap aktivis gerakan dakwah senantiasa mengupayakan
peningkatan berbagai segi kualitas pribadinya; seperti pertumbuhan kulaitas
spiritual, kualitas moral, kualitas intelektual, dan kualitas amal.
Sedangkan dalam skala structural,
diharapkan adanya peningkatan soliditas struktur gerakan dan kualitas kinerja
organisatoris. Pertumbuhan kualitas harus terus-menerus mendapat porsi
perhatian, sebagai upaya “menyaring”, setelah pekerjaan sebelumnya adalah
“menjaring” dengan memperhatikan pertumbuhan kuantitas. Keduannya harus
berjalan secara singkron dan simultan, sebab tak banyak yang bisa dilakukan
oleh gerakan dakwah apabila pendukungnya hanya sedikit. Namun gerakan dakwah
juga bisa hancur meskipun pendukungnya banyak, tetapi tidak berkualitas.
3.
Pertumbuhan Kapasitas
Pertumbuhan kapsitas
adalah pertumbuhan kemampuan gerakan dakwah untuk menguasai basis social
dimasyarakat. Basisi social ini harus dibentuk dan dikuasai, karena dakwah
Islam mengemban misi untuk membahasabumikan Islam; dakwah dalam skala yang amat
luas, tanpa terbatas ruang-ruang dan dinding-dinding. Untuk itu berbagai
potensi masyarakat perlu mendapat
sentuhan agar mereka pada akhirnya akan memberikan dukungan terhadap
dakwah Islam.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman,
Artinya,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang salih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur [24] ayat 55).
*sofyan
Atsauri Modeong
0 comments:
Post a Comment