Hijrah itu
bukan sekedar ganti kostum atau ikut ormas. Namun itu hanya bagian kecil dari aktivitas
seseorang yang berhijrah. Berhijrah adalah proses meninggalkan dan bertahan dalam meninggalkan
segala hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dalam rangka menggapai
ridha Allah SWT.
Pada
praktenya hijrah membutuhkan ketahanan untuk meninggalkan segala khilaf di masa
lalu. Telah banyak kita saksikan mereka yang sudah berhijrah, kemudian kembali lagi
kepada kehidupan kelamanya. Di awal hijrah ia menangis terseduh-seduh sebab
merasa telah banyak melakukan noda dan dosa. Seakan jiwanya telah berada di
jurang neraka lalu datanglah seseorang yang menggenggam erat tangannya melangkah menuju surga.
Hari-harinya
pun mulai berbeda dengan sebelumnya, mulai dari berhijab yang semakin syar’i,
yang ikhwan yang tadinya acak-acakkan kini mulai rajin menggunakan kokoh yang rapih. Ia pun mulai mencari tempat
kajian yang dirasa cocok untuk mengejar segala ketertinggalannya, mancari wadah untuk
saling menguatkan dan lain sebagainya.
Disana ia
mulai nampak bersinar, pribadi yang tadinya biasa saja, kini menjadi luar
biasa, ide dan gagasannya membius banyak orang, ada banyak yang terperangah
melihat kehebatan dan talentanya. ia pun menjadi orang yang sangat berpengaru pada komunitasnya. Namun dikemudian hari semua terkaget, bak petir di siang bolong. Mendengar kabar ia kembali lagi kepada kehidupannya yang dulu.
Apa yang
salah dengan hijrahnya? Mungkinkah ia punya masalah yang membuatnya
frustasi, lalu mengabil jalan lain untuk mencari ketenangan jiwa? Bisa jadi hal itu benar.
Namun itu bukan hal yang mendasar sampai sesorang mampu berbalik arah 180
derajat semacam itu. Terlalu remeh jika hanya masalah keluarga atau semisalnya
seseorang mau mengambil resiko sangsi social dimasyarakat yang akan dikenang senjang hidupnya, hanya karena sesuatu
yang sebenarnya cukup di cari alasan yang rasional untuk tidak sampai berbuat
semacam itu. Sebab "lebih baik manjadi mantan preman dari pada mantan orang
berhijrah". Cukup itu menjadi
argumentasinya, bagi mereka yang terdidik.
Di suatu
sore, saya pernah memberikan materi hadits arba’in, pada hadist yang pertama, Imam Nawawi
menuliskan hadits yang menjelaskan tentang niat.
“Sesungguhnya sahnya suatu amal tergantung niatnya”. Begitulah potongan
hadits tersebut.
Sesuatu
yang paling kokoh dan tidak mungkin roboh adalah Allah SWT. kepadanya tempat bergantung dan di sandarkan segala urusan. Sedangkan hijrah
adalah bangunan besar yang dibangun oleh setiap insan manusia dalam peradaban kehidupannya.
Bangunan yang besar ini tidak mungkin mampu berdiri tegak, melindungi, dan
menemani pemiliknya hingga hari pertemuan dengan Allah itu tiba jika ia tidak
memiliki pondasi yang kokoh. Olehnya, hijrah itu harus di bangun di atas pondasi niat yang
tepat dan benar: Ilallahi warasullih,
karena Allah dan Rasulnya. Niat yang tepat ini akan menjadi pondasi yang kokoh
yang di atasnya di bangun peradaban hijrahnya seseorang.
Sesuatu
yang dibangun dan di niatkan kepada selain Allah akan mudah runtuh bak isntana
pasir di bibir pantai. Hempasan ombak ujian kehidupan akan musnahkan bangunan
hijrahnya yang susah paya ia bangun. Tidak ada cara lain untuk membuat suatu
perbuatan kebaikan menjadi baik dimata Allah dan mendapatkan penjagaan-Nya
kecuali di awali dengan niat yang tulus karena Allah. Seberapa baiknya kita
memulai dan berproses, pada akhirnya kita terjatuh lagi sebab pondasinya yang rapuh.
Bukan karena Allah. Atau paling tidak di hadapan Allah SWT hanya terlihat
sebagai debu yang berterbangan.
“Dan Kami tampakkan apa yang dahulu telah
mereka amalkan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS.
Al-Furqan: 23)
Tentang maksud “bagaikan debu yang
beterbangan” Imam al-Baghawi rahimahullah menjelaskan, “Artinya
sia-sia, tidak mendapat pahala. Karena mereka tidak melakukannya [ikhlas]
karena Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Ma’alim at-Tanzil,
hal. 924).
Perbaharui niatmu, agar Allah menjagamu. Allah
yang memiliki segala kebaikan maka jangan pernah mencari kebaikan kecuali hanya
kepada Allah SWT.
*SAM
The first sort of 3D printing to be invented in the 1980s was stereolithography, while thermoplastic filament extrusion holds probably the most public recognition amongst additive applied sciences. In fact, IDTechEx finds that demand for polymer materials by mass far exceeds that of metal materials for 3D printing. Aims to deliver 3D printing and rapid prototyping technology to the forefront of design and manufacturing. Located in Rochester NY, Ian Finn Cool Mist Humidifier at Finnovation Product Development companies prospects all over the the} world, properly as|in addition to} Buffalo & Syracuse regionally.
ReplyDelete